Custom Search

12/08/08

'Tak Ada Rekayasa pada Insiden Wamena'

Ada tren orang Papua yang lari ke luar negeri ingin pulang
JAKARTA -- Pemerintah yakin insiden Wamena dalam peringatan Hari Pribumi Internasional yang menewaskan satu orang warga Papua, Sabtu (9/8) lalu, terjadi murni karena kecelakaan. Sang korban, Otinus Tabuni (41), diduga tewas akibat terkena peluru  nyasar(rekoset ) dari senjata anggota Polri di tengah kerusuhan sesaat setelah pengibaran bendera Bintang Kejora.
 
Bintang Kejora sebagai lambang separatis atau pemberontakan Papua itu memprovokasi suasana, apalagi berkibar berdampingan dengan bendera Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Merah Putih di lapangan Sinabuk. Sebanyak 14 orang dimintai keterangan sehubungan kasus tersebut, 11 orang di antaranya anggota Polri.
 
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah sama sekali tidak merekayasa kerusuhan tersebut. ''Saya yakin itu ada masalah kriminal, ada pemicunya, polisi lagi mencarinya,'' katanya di Istana Wapres, Jakarta, Senin (11/8).
 
Polisi, menurut Wapres, akan mengambil tindakan tegas untuk menuntaskan kejadian itu. Ia juga menjamin polisi tak akan sembarangan melepas tembakan atau menangkap orang-orang yang tak bersalah.
 
''Kalau ada satu insiden pasti bukan rekayasa pemerintah, mungkin saja kecelakaan. Polisi pasti mencari tahu,'' tegas Wapres.Wapres menyatakan, kedudukan dan peran Dewan Adat sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Melalui otsus, pemerintah pusat memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat Papua untuk mengurus dirinya sendiri.
 
Bahkan, lanjut Wapres, anggaran yang dikucurkan pusat ke Papua sudah sangat besar. Kini, pemerintah tak satu sen pun mengambil keuntungan dari Bumi Cendrawasih itu. ''Jadi, pemerintah benar-benar membangun Papua dengan tulus, tidak ada gubernur, bupati yang bukan orang Papua. Ini luar biasa,'' ujarnya.
 
Visa dicabut
Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda mengungkapkan, kini ada tren sejumlah warga Papua yang lari ke luar negeri ingin pulang ke tanah kelahirannya. Mereka antara lain bagian dari 43 warga Papua yang pada 2006 meninggalkan Indonesia dan meminta suaka kepada Australia.
 
Menurut Hassan, kini juga ada sekitar 700 warga Papua di negara tetangga Papua Nugini dalam proses kembali pulang. ''Ini mencerminkan semakin membaiknya kondisi di Papua. Baik itu kondisi keamanan maupun pembangunan ekonomi,'' katanya, usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Australia, Stephen Smith, di Jakarta, Senin (10/8).
 
Suaka yang diberikan kepada warga Papua pada 2006 sempat menimbulkan ketegangan hubungan diplomatik Indonesia-Australia. Tapi kemudian, warga Papua itu pun tak selamanya bisa nyaman berlindung di Australia dan pemerintah Indonesia mempertimbangkan secara positif keinginan mereka untuk pulang kampung.
 
''Sebetulnya, masalah pemberian <I>temporary visa<I> kepada mereka yang kini statusnya dicabut, telah dianggap selesai oleh pemerintah Indonesia. Ini keputusan mereka untuk menetap di Australia, namun beberapa dari mereka menjajaki peluang untuk kembali ke Papua,'' kata Hassan.
 
djo/fer
Custom Search