Custom Search

23/08/08

Bintang Porno Dapat Izin Pawai dari Hakim

Wellington, (ANTARA News) - Suatu rencana pawai bintang porno tanpa busana bagian atas mendapat izin dari pengadilan untuk berlangsung di Auckland, kota terbesar di Selandia Baru.
 
Reuters mengutip media setempat yang awal pekan ini melaporkan bahwa pengadilan telah menolak permintaan Dewan Kota Auckland untuk mengeluarkan perintah penghentian rencana parade "Boobs on Bikes".
 
Pawai bintang-bintang porno yang memamerkan payudara itu melintasi suatu jalan utama di Auckland dengan menggunakan sepeda motor.
 
Dewan Kota Auckland beralasan kegiatan itu melanggar peraturan daerah tentang larangan kegiatan yang mengganggu masyarakat.
 
Namun, hakim Nicola Mathers berpendapat lain.Penggugat boleh saja menganggap kegiatan itu mengganggu atau murahan, tapi kenyataannya, tahun lalu 80 ribu orang berkumpul untuk melakukan kegiatan serupa. Hakim menganggap fakta itu berarti ada sejumlah besar orang yang tidak sepakat dengan para pengecam.
 
Parade di Queens Street itu menampilkan para bintang porno lokal maupun internasional yang mengenakan pernak pernik dari kulit.
 
Kegiatan itu adalah bagian dari suatu pameran bernama "Erotica Expo"yang diselenggarakan bintang porno Steve Crow.
 
(*)
COPYRIGHT © 2008

Semangat Pionir

Dari mana datangnya bisnis? Sebagian pengusaha yang saya interviu mengatakan dari ide. Sisanya mengatakan dari peluang. Barangkali keduanya benar dan sama-sama jawaban yang sehat. Mestinya begitu. Tapi seorang pejabat mengeluh, kadangkala konsep itu diselewengkan. Ia memberikan contoh tentang kolega, saudara, atau famili pejabat yang mendirikan perusahaan untuk jadi supplier departemen, semata-mata untuk memanfaatkan koneksi pejabat tersebut.

Saya tertawa mendengarnya. Juga tentang perlakuan sementara orang mengklasifikasikan bisnis unit usaha kecil menengah (UKM) identik dengan bisnis-bisnis makanan dan cenderamata atau kerajinan. Nah, kalau demikian, yang protes justru seorang pejabat juga. Beliau bilang, kita ini nggak kreatif! Masak, kalau pameran UKM, yang dipamerkan selalu melulu makanan, cenderamata, dan kerajinan. Aslinya kan tidak hanya itu. Banyak bidang lain yang juga tergolong UKM. Karena itu, beliau mengkritik, "Masak sih, kita nggak kreatif, nggak punya semangat pionir?"

Pernah sekali saya berbincang dengan seorang periset industri pertanian. Menurut beliau, kita punya hasil riset yang banyak sekali dan bagus-bagus. Lalu, kenapa hasil riset itu tidak pernah bisa dikomersialkan? Jawabannya sangat sederhana. Konon, para periset kebanyakan bercokol di penelitian dan pengembangan (litbang) milik pemerintah atau universitas. Sistem kerjanya adalah gaji saja. Tidak ada, misalnya, konsep alokasi "grant" atau dana riset yang jumlahnya besar, sehingga mereka termotivasi dan memiliki semangat pionir untuk masuk dan meneliti sesuatu yang sangat inovatif.

Meski terlihat stagnan, para peneliti itu sebenarnya berhasil juga melahirkan aplikasi temuan yang bagus-bagus. Sayang, temuan-temuan itu tidak bisa dijual secara komersial. Semata karena, kalau dijual ke swasta, sang peneliti tidak mendapatkan royalti yang bagus sehingga hidupnya sejahtera. Akibatnya, euforia "eureka" persis yang dialami Archimedes tidak pernah mereka rasakan. Jadi, jangan salahkan kalau semangat pionir mereka kadang-kadang rada memble, karena memang jumlah insentif yang seharusnya menjadi motivasi mereka sangat kecil.

Salah satu peneliti senior yang sudah 30 tahun bekerja di litbang dan hampir pensiun mengatakan kepada saya, "Seringkali saya gemas membayangkan potensi yang bisa kita capai dengan kekayaan sumber daya yang kita miliki. Tetapi kurangnya dana dan insentif seringkali mematikan rasa penasaran kita untuk menyelidik dan menjadi pionir. Yang juga bikin saya kesal, hasil riset selama bertahun-tahun cuma bertahan menjadi sukses laboratorium, tidak pernah menjelma menjadi sukses komersial. Kita butuh pihak swasta yang berjiwa entrepreneur untuk menjadi bapak angkat dan mewujudkan kerja pionir itu menjadi sukses besar. Kalau itu terjadi, mungkin akan menjadi terobosan yang mengangkat semangat kita di kemudian hari."

Salah satu kasus yang menarik barangkali adalah xanthones, zat aktif yang kini disebut "super-anti-oksidan". Xanthones banyak sekali ditemukan pada buah manggis, dan konon ada 30 macam xanthones yang berbeda. Sejak dahulu, hampir semua litbang dan universitas di ASEAN tahu tentang xanthones dan banyak riset tentang zat aktif ini. Jadi, ini bukan barang baru.

Hebatnya, xanthones memiliki sejumlah keajaiban, yakni mampu memperbaiki sistem imunitas badan manusia, yang bermanfaat melawan alergi, infeksi, dan mengurangi level kolesterol. Secara tradisional, konon manggis memang kerap digunakan untuk bahan ramuan obat berbagai penyakit kulit dan perut. Hebatnya pula, xanthones tahan panas, sehingga tidak mudah rusak ketika diproses. Walaupun di ASEAN xanthones dikenal hampir di tiap dapur litbang pertanian, selama bertahun-tahun produk ini tidak pernah dijadikan produk yang secara komersial sukses.

Garry Hollister adalah CEO Enrich International, perusahaan yang bergerak di bidang nutrisi. Semangat pionir Garry kemudian mengahasilkan Xango, yakni minuman super-juice dari manggis yang kaya anti-oksidan. Garry berpartner dengan Wild Flower, perusahaan yang bermarkas di Heidelberg, Jerman. Perusahaan ini memiliki 200 ilmuwan serta kebun komersial di 13 negara dan memang khusus bergerak di bidang minuman kesehatan.

Kini Xango didistribusikan ke lebih dari 23 negara, dengan penjualan fenomenal ratusan juta dolar. Kalau dipikir-pikir, Indonesia sebagai salah satu penghasil manggis terbesar di ASEAN yang sudah mengekspor buah manggis ke Singapura dan negara-negara lainnya mestinya memiliki peluang yang sama dengan Xango. Tetapi barangkali juga kombinasinya tidak pernah pas.

Di satu pihak, kita punya pusat litbang di mana-mana. Di pihak lain, kita tidak memiliki entrepreneur yang selalu datang dengan ide gila, edan, dan nyeleneh, yang punya semangat pionir menggebu-gebu. Mungkinkah ini rahasia kombinasi yang kita cari? Barangkali semangat pionir itu sudah ada, yang kurang adalah jembatan yang bisa menyatukan keduanya.

Kafi Kurnia
[Kolom, Gatra Edisi Khusus Beredar Kamis, 14 Agustus 2008]
http://gatra.com/artikel.php?id=117671

Industri Otomotif AS Menjerit

Washington (ANTARA News) - Beberapa perusahaan otomotif AS mengimbau Kongres AS untuk menyetujui bantuan kredit lunak hingga 50 miliar dolar AS selama tiga tahun ke depan untuk memodernisasi pabrik perakitan dan menciptakan kendaraan hemat energi.

Kalangan industri otomotif mengatakan, bantuan kredit, yang besarnya dua kali lipat dari pembiayaan sektor energi yang telah disetujui tahun lalu, harus menjadi prioritas utama ketika Kongres menyelesaikan masa reses nya bulan depan karena menurunnya laba perusahaan-perusahaan otomotif yang berbasis di Detroit serta semakin ketatnya pasar kredit.

"Kecemasan dan desakan perusahaan-perusahaan di Detroit meningkat pada bulan lalu serta memuncak saat mereka bertemu untuk membahas kebutuhan pembiayaan mereka," kata perwakilan dari salah satu serikat pekerja, Alan Reuther.

Kongres sendiri pada tahun lalu telah menyepakati kredit murah senilai 25 miliar dolar AS bagi sektor energi, namun tidak demikian dengan sektor otomotif.

Pinjaman itu akan diharapkan akan menutupi 30 persen kebutuhan perbaikan fasilitas untuk membangun kendaraan hybrid, dan elektrik, serta alternatif lainnya.

Para pengusaha otomotif di Detroit dipaksa bekerja keras tahun ini akibat ekonomi yang memburuk dan keengganan konsumer membeli kendaraan karena harga BBM yang mahal. Raksasa otomotif, General Motors Corp. mengumumkan kerugian pada triwulan kedua sebesar 15,5 miliar dolar AS, sedangkan Ford Motor Co. merugi 8,7 miliar dolar AS.

Kalangan industri berpendapat, jika disetujui, maka kredit itu bukan merupakan "bailout", tapi paling tidak setara dengan bantuan yang diberikan kepada bank-bank investasi di Wall Street dan perusahaan-perusahaan pembiayaan yang tengah kesulitan pembiayaan. Mereka juga menyebutkan, adanya ancaman puluhan miliar dolar AS yang bakal mereka hadapi sebagaimana dalam peraturan BBM terbaru.

"Kami tidak melihatnya sebagai `bailout`. Kami melihatnya sebagai bantuan pemerintah membantu perbaikan terkait dengan produksi kendaraan berteknologi tinggi," kata Reuther.

Dalam usulan yang telah disampaikan, bantuan tersebut diharapkan dapat menggunakan skema 25 miliar dolar AS pada tahun pertama, 15 miliar dolar AS pada tahun kedua, dan 10 miliar dolar AS pada tahun terakhir.

Dengan bantuan sebesar itu, Kongres AS harus menyiapkan 7,5 miliar dolar AS sebagai cadangan jika kredit tersebut macet, demikian AP.
 
(*)
COPYRIGHT © 2008
Custom Search