Ada tren orang Papua yang lari ke luar negeri ingin  pulang
 JAKARTA -- Pemerintah yakin insiden Wamena dalam  peringatan Hari Pribumi Internasional yang menewaskan satu orang warga Papua,  Sabtu (9/8) lalu, terjadi murni karena kecelakaan. Sang korban, Otinus Tabuni  (41), diduga tewas akibat terkena peluru  nyasar(rekoset ) dari senjata  anggota Polri di tengah kerusuhan sesaat setelah pengibaran bendera Bintang  Kejora.
 Bintang Kejora sebagai lambang separatis atau  pemberontakan Papua itu memprovokasi suasana, apalagi berkibar berdampingan  dengan bendera Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Merah Putih di lapangan  Sinabuk. Sebanyak 14 orang dimintai keterangan sehubungan kasus tersebut, 11  orang di antaranya anggota Polri.
 Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah  sama sekali tidak merekayasa kerusuhan tersebut. ''Saya yakin itu ada masalah  kriminal, ada pemicunya, polisi lagi mencarinya,'' katanya di Istana Wapres,  Jakarta, Senin (11/8).
 Polisi, menurut Wapres, akan mengambil tindakan  tegas untuk menuntaskan kejadian itu. Ia juga menjamin polisi tak akan  sembarangan melepas tembakan atau menangkap orang-orang yang tak  bersalah.
 ''Kalau ada satu insiden pasti bukan rekayasa  pemerintah, mungkin saja kecelakaan. Polisi pasti mencari tahu,'' tegas  Wapres.Wapres menyatakan, kedudukan dan peran Dewan Adat sudah diatur dalam  peraturan perundang-undangan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Melalui otsus,  pemerintah pusat memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat Papua  untuk mengurus dirinya sendiri.
 Bahkan, lanjut Wapres, anggaran yang dikucurkan  pusat ke Papua sudah sangat besar. Kini, pemerintah tak satu sen pun mengambil  keuntungan dari Bumi Cendrawasih itu. ''Jadi, pemerintah benar-benar membangun  Papua dengan tulus, tidak ada gubernur, bupati yang bukan orang Papua. Ini luar  biasa,'' ujarnya.
 Visa dicabut
 Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan  Wirajuda mengungkapkan, kini ada tren sejumlah warga Papua yang lari ke luar  negeri ingin pulang ke tanah kelahirannya. Mereka antara lain bagian dari 43  warga Papua yang pada 2006 meninggalkan Indonesia dan meminta suaka kepada  Australia.
 Menurut Hassan, kini juga ada sekitar 700 warga  Papua di negara tetangga Papua Nugini dalam proses kembali pulang. ''Ini  mencerminkan semakin membaiknya kondisi di Papua. Baik itu kondisi keamanan  maupun pembangunan ekonomi,'' katanya, usai melakukan pertemuan bilateral dengan  Menlu Australia, Stephen Smith, di Jakarta, Senin (10/8).
 Suaka yang diberikan kepada warga Papua pada 2006  sempat menimbulkan ketegangan hubungan diplomatik Indonesia-Australia. Tapi  kemudian, warga Papua itu pun tak selamanya bisa nyaman berlindung di Australia  dan pemerintah Indonesia mempertimbangkan secara positif keinginan mereka untuk  pulang kampung.
 ''Sebetulnya, masalah pemberian <I>temporary  visa<I> kepada mereka yang kini statusnya dicabut, telah dianggap selesai  oleh pemerintah Indonesia. Ini keputusan mereka untuk menetap di Australia,  namun beberapa dari mereka menjajaki peluang untuk kembali ke Papua,'' kata  Hassan.
 djo/fer
 
 
  