Tak disangka, tempat tinggal pasangan Ahmad Sadikun-Siyatun menjadi ladang pembantaian. Mayat korban ditanam serampangan di pekarangan belakang. Senin pekan lalu, penggalian oleh aparat kepolisian mendapati empat mayat. Senin pekan ini, dievakuasi lagi enam mayat. Diperkirakan masih ada beberapa mayat yang terpendam di sana.
Penggalian mayat yang mendapat penjagaan ketat ini menyedot perhatian khalayak. Ratusan warga mendatangi "rumah jagal" yang terletak di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, itu. Mereka terperanjat dan menghujat satu nama: Very Idam Heryansyah. "Masya Allah, kok bisa Yansah berbuat begitu keji," ujar warga bernama Inayah, bergidik.
Mayat-mayat itu memang buah kekejian Very Idam Heryansyah, 30 tahun, putra Ahmad-Siyatun. Di kampungnya, lelaki kemayu ini biasa disapa Yansah. Di Jakarta, Yansah memopulerkan diri dengan panggilan Ryan, yang dianggapnya lebih keren. Kepada polisi, dia mengaku, para korban dihabisinya satu per satu di dalam rumah. Kepala korban dihajar dengan linggis atau balok kayu.
Aksinya berlangsung mulus, karena rumah dengan pekarangan belakang yang luas dan dirimbuni rumpun bambu itu sering kosong. Kedua orangtua Ryan sejak beberapa tahun ini lebih kerap menetap di rumah anak angkatnya di Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Ryan hanya punya seorang kakak tiri, Mulyo Wasis, yang tinggal di tempat lain.
Kejahatan Ryan baru terbongkar setelah ia hijrah ke Jakarta dan beraksi lagi menghabisi seorang korban, 11 Juli lalu. Korban bernama Heri Santoso, 40 tahun, dibunuh dan ditetak-tetak, lalu dibuang di Jalan Kebagusan, Ragunan, Jakarta Selatan. Polisi berhasil mengidentifikasi mayat korban dan mengendus pelakunya.
Empat hari berselang, tim reserse Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menangkap Noval, pacar Ryan sesama gay. Noval teridentifikasi menggunakan kartu ATM milik korban. Wajahnya terekam kamera ATM, yang dapat dikenali oleh Victor, dokter kandungan yang sama-sama tinggal di Apartemen Margonda Residence, Depok, selatan Jakarta. Victor tinggal di Blok F, Noval dan Ryan di Blok C.
Sehari setelah pembunuhan itu, Ryan mengajak Noval pindah, meski masa sewa kamarnya baru habis bulan depan. Mereka mengontrak rumah petak di Jalan Margonda Raya Nomor 34, Depok. Victor tak tahu tempat tinggal baru sepasang kekasih itu. Tapi, ia ingat, Noval adalah pegawai Kantor Imigrasi Depok. Victor kemudian dibawa polisi untuk menjemput Noval di kantornya.
Lantas, atas petunjuk Noval, pada hari itu juga polisi mencokok Ryan. Pembunuh berdarah dingin ini tak berkutik. Ia mengakui telah menghabisi Heri, tak lain teman kencannya juga. "Tersangka mengaku membunuh korban karena tersinggung," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro, Komisaris Besar Carlo Brix Tewu.
Penuturan tersangka, pada waktu itu pukul delapan malam, ia dan korban habis bercumbu di kamarnya di Apartemen Margonda. Ketika itulah korban yang karyawan pemasaran perusahaan baja ini melihat foto Noval yang tampan di telepon seluler tersangka. Noval pada saat itu bertandang ke rumah saudaranya, juga di Depok.
Korban dikatakan bernafsu menawar Noval Rp 1 juta. Ryan marah, mengambil pisau dapur dan membantai korban. Mayat korban dipotong tujuh, dimasukkan ke koper dan diangkut menggunakan taksi. Semula, Ryan akan menggunakan Suzuki APV milik korban, tapi terkendala kunci pengamannya.
Ia kemudian mengirim pesan singkat ke telepon seluler Noval, minta dijemput di depan Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Noval memacu motornya ke tempat dimaksud. Noval, yang mengaku tak tahu perbuatan Ryan, menunggu sampai tengah malam sebelum kekasihnya itu nongol. Mereka meluncur ke Apartemen Margonda. Besoknya mereka pindah, sampai akhirnya tertangkap.
Keduanya sempat menguras rekening korban --diduga Ryan berhasil memaksa korban memberikan PIN ATM. Duit itu dipakai untuk bayar kontrakan dan berbelanja berbagai keperluan. Meski habis membantai, Ryan tampak happy saja. Ia sibuk berbelanja dan memasak. Ia pula yang membeli perabotan dapur, juga cermin hias. Ryan memang tak punya pekerjaan.
Sikap Ryan ini mengundang kecurigaan penyidik: pembunuhan di apartemen itu bukan yang pertama dilakukannya. Apalagi, pembunuhan itu tergolong sadistis dengan memutilasi mayat korban. "Orang yang tak biasa membunuh, apalagi sampai memutilasi, pasti akan merasa ketakutan," kata seorang penyidik yang kenyang menangani kasus-kasus pembunuhan.
Kecurigaan ini diperkuat pula oleh sejumlah laporan mengenai orang hilang, yang diketahui pernah dekat dengan Ryan. Antara lain laporan mengenai raibnya Ariel Somba Sitanggang, 34 tahun, warga Depok. Menurut orangtuanya, Ariel menghilang setelah pamit ke Surabaya bersama Ryan, kenalan barunya, pada 23 April lalu.
Tiga hari setelah Ariel menghilang, orangtua Ariel melapor ke Kepolisian Sektor Setiabudi dan Polda Metro Jaya. Ariel memang tinggal bersama Ryan di tempat kos di Setiabudi, Jakarta Selatan. Ryan sempat diperiksa polisi. Ia mengaku tidak bersama Ariel pada 23 April itu. Ia meyakinkan petugas bahwa ia bukanlah orang berbahaya yang sanggup mencelakakan orang.
***
Setelah terungkapnya kasus mutilasi terhadap Heri Santoso, polisi memeriksa Ryan secara intensif terkait dengan laporan orang hilang tersebut. Kali ini Ryan tak bisa berkelit, meski tak pula serta-merta berterus terang. Ia hanya bilang pergi bersama Ariel mengunjungi objek wisata Soban Rondo di Batu, Malang, Jawa Timur. Tapi, katanya pula, setelah itu mereka berpisah.
Dua perwira penyidik diberangkatkan ke Malang guna mengecek keterangan Ryan. Ternyata tak satu pun orang di sana yang pernah melihat Ryan dan Ariel. Petugas lantas memboyong Ryan terbang ke Surabaya. Di sana, barulah Ryan mengaku sempat ke Jombang bersama Ariel. Ryan pun kemudian dibawa ke rumah orangtuanya di Jombang.
Tengah malam, akhirnya Ryan mengaku membunuh dan mengubur Ariel di pekarangan belakang rumah. Esok paginya, Senin pekan lalu, Ryan menunjukkan lokasi kubur tersebut. "Di sini tempatnya," kata Ryan, sembari menunjuk bekas gundukan tanah yang sudah rata. Pada saat itu, Ryan baru mengaku hanya satu korban yang dikubur di situ.
Ternyata kubur di samping septic tank itu berisi tiga mayat yang sudah membusuk. Atas desakan polisi, Ryan kembali menunjuk satu kuburan lain, berjarak empat meter dari kubur pertama. Di sini ditemukan lagi sesosok mayat. Empat mayat itu adalah Ariel Somba; Yudi Priyono alias Vincent, 31 tahun, asal Wonogiri, Jawa Tengah; Guruh Setyo Pramono alias Guntur, 28 tahun, asal Nganjuk, Jawa Timur; dan Grandy asal Manado.
Sepekan berselang, atas petunjuk Ryan, polisi kembali melakukan penggalian. Hasilnya, ditemukan lagi enam mayat. Kali itu, Ryan tampak lebih tenang dan mau terbuka karena didampingi kekasihnya, Noval, yang diterbangkan dari Jakarta sejak Ahad lalu. Noval tampak menghibur Ryan dan menciumnya. Sejak ditahan secara terpisah dengan kekasih, Ryan selalu murung sehingga menyulitkan penyidikan.
Tiga di antara mayat yang sudah rusak dan tinggal kerangka itu diduga kuat adalah M. Achsoni, 29 tahun, Agustinus Setiawan, 28 tahun, dan Zainul Abidin, 21 tahun. Dua kerangka lainnya yang ditumpuk dalam satu liang diyakini adalah Nani Hidayati, 31 tahun, dan anaknya, Silvia Ramadhani, 3 tahun. Sedangkan kerangka mayat satunya diduga adalah Fauzin Suyanto alias Yanto, 29 tahun (baca: Para Korban Jagal Jombang).
Sampai Selasa pekan ini, polisi masih memeriksa Ryan secara intensif. Polisi menduga, setidaknya masih ada enam korban yang dikubur di situ. Ini mengingat, dari 27 laporan kehilangan orang yang masuk, 16 di antaranya terkait erat dengan Ryan --10 korban telah ditemukan.
Polisi berencana melanjutkan penggalian menggunakan alat berat. "Akan kami sisir lagi," kata Direktur Reskrim Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Rusli Nasution. Selain itu, polisi juga meminta keterangan Mulyo Wasis, kakak tiri Ryan, seputar motor korban Achsoni yang dikuasainya.
Ayah Ryan, Ahmad Sadikun, 63 tahun, masih terus diperiksa lantaran dicurigai terlibat, setidaknya mengetahui aksi keji anaknya itu. Pasalnya, Ahmad dan istrinya, Siyatun, terkesan tak betah di rumah dan lebih suka menetap di rumah anak angkatnya di Sidoarjo.
Ahmad, yang mengutuk perbuatan anaknya itu, bersikukuh tak tahu-menahu perihal ulah sang anak. Begitu pula Siyatun. Si ibu berusia 60 tahun yang mengkreditkan pakaian ini mengatakan, mereka jarang di rumah karena membawa dagangan, di samping mereka dikucilkan warga. Konon, Siyatun yang bermulut tajam kerap menyakiti warga dengan ucapannya yang pedas dan cenderung memfitnah.
***
Apa latar belakang dan motif Ryan melakukan pembunuhan berantai dengan begitu banyak korban? Kapolda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Herman S. Sumawiredja, tak ragu menyebut Ryan berperilaku mirip seorang psikopat. Sedangkan motifnya, "Sementara ini masih masalah ekonomi dan psikologis," kata Herman.
Memang, usai beraksi, harta benda para korban selalu disikat Ryan. Setelah habis dibuat foya-foya, Ryan pun beraksi lagi, membantai sang teman yang relatif banyak memberinya materi itu. Ada kesan kuat, Ryan tak ubahnya "predator" yang bertahan hidup dengan cara memangsa sesamanya tanpa belas kasihan.
Adapun modusnya, membujuk korban ke rumah orangtua pelaku di Dusun Maijo. Belum tergambar semuanya, iming-iming apa yang diberikan Ryan sehingga para korban manut saja diajaknya. Ryan lantas menghajar kepala korban dengan linggis atau balok kayu selagi korban lengah. Setiap habis membunuh, Ryan mengaku merasa biasa saja.
Kekejian Ryan layaknya seorang psikopat ini membuat warga Jombang bergidik sekaligus terperangah. Mereka sama sekali tak mengira Ryan mampu berbuat itu. Maklum, yang mereka tahu selama ini, sejak kecil Ryan adalah sosok yang lembut, sopan, dan tak pernah bergaul dengan anak-anak nakal di kampung.
Ryan lahir di dusun itu pada 1 Februari 1978. Sejak kecil ia dimanja orangtuanya, Ahmad Sadikun dan Siyatun. Ahmad adalah suami kedua Siyatun. Siyatun bercerai dari suami pertamanya, Sahlan, belasan tahun sebelumnya. Dari suami pertama, Siyatun punya anak bernama Mulyo Wasis, kini 44 tahun.
Ketika itu, ekonomi kedua orangtua Ryan tergolong lumayan. Sang ayah bekerja sebagai sekuriti di pabrik gula di Jombang, sedangkan ibunya berdagang kebutuhan rumah tangga --kini Ahmad pensiun, Siyatun mengkreditkan pakaian. Tak sulit bagi mereka memenuhi kebutuhan Ryan. Ketika di bangku SD Negeri 2 Jatiwates, Ryan selalu berpakaian bersih dan rapi serta mengenakan sepatu mahal.
Menurut Sundari, 68 tahun, mantan Kepala SDN 2 Jatiwates, Ryan kecil tumbuh normal seperti bocah lelaki lainnya. Lincah, berwajah tampan, dan berkulit bersih. Tapi prestasi sekolahnya biasa saja. Karena wajahnya tampan dan sikapnya sopan, "Ia disukai guru dan banyak anak perempuan," tutur Sundari.
Pada masa sekolah dasar, Ryan belum menunjukkan kelainan. Baru ketika duduk di bangku SMP Negeri 1 Tembelang pada 1990, mulai muncul perubahan pada dirinya. Gaya bicaranya seperti perempuan. Ia sangat menggandrungi barang atau kegiatan yang berbau perempuan. "Dia suka bersolek, bicara dan sikapnya feminin," tutur Endang Farikha, 43 tahun, guru di SMPN 1 Tembelang.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan seni tari, Ryan selalu terlibat penuh semangat. Tak ayal, Ryan pun diejek teman-temannya sebagai banci. Tapi Ryan yang bertubuh tinggi kurus itu diam saja. Entah karena tertekan atau apa, sewaktu SMP itu ia pernah dirawat di Rumah Sakit Gatul, Mojokerto, karena depresi dan bertingkah aneh. "Saya pernah dilemparnya dengan gelas," ujar Siyatun.
Meski di bawah ejekan dan pernah depresi, prestasinya moncer. "Sampai lulus, dia ranking pertama terus," kata Sumarkhan, 30 tahun, bekas teman sekelasnya. Dengan mudah Ryan masuk ke SMA 1 Jombang. Namun jiwanya makin labil. Di rumah, ia kerap marah-marah tanpa alasan jelas, melemparkan gelas atau menggores dinding rumah dengan sendok.
Di hadapan teman-teman sekolahnya, ia berubah jadi pembual. Sering mengaku sebagai anak tokoh penting di Jombang. Uniknya, gaya bicaranya sangat meyakinkan, sehingga tak jarang temannya yang baru kenal percaya saja pada ocehannya. Ryan cuma bertahan sebulan di SMA Negeri 1. Selanjutnya, ia pindah ke SMA Kabuh.
Di tempat ini pun Ryan, yang ingin menjadi penari, hanya sampai kelas II. Pasalnya, ia ngelayap ke Yogyakarta, mendaftar di dua padepokan tari terkenal di sana, tapi gagal diterima. Pemuda yang pernah bercita-cita jadi guru ini lantas pindah ke SMA Avicenna Jombang dan lulus pada 1996.
Lama menganggur, pada 2002 Ryan mengajar mengaji di Taman Pendidikan Quran (TPQ) Masjid Baiturahman di desanya. Ryan bersama dua guru lainnya, Susanto, 36 tahun, dan Nur Khasanah, 32 tahun, mengajar mengaji 60 anak-anak kampung. Ryan tekun mengajar dan disukai muridnya. "Mas Yansah sabar, tidak pernah marah-marah," kata siswanya bernama Nurmala.
Berkat bimbingan Ryan yang jago seni, TPQ itu kerap menyabet juara dalam berbagai lomba di tingkat desa dan kecamatan. Murid-muridnya pun makin sayang pada Ryan. Namun, sejak Januari-awal Maret lalu, para murid mulai kecewa karena Ryan jarang masuk. Kemudian, sejak Maret lalu, Ryan yang pernah ditolak cintanya oleh pemuda sekampungnya ini tak pernah nongol lagi di TPQ itu.
Belakangan diketahui, pada Maret itu Ryan telah menetap di Jakarta, tinggal bersama Noval di rumah kontrakan di kawasan Setiabudi. Pasangan ini baru sebulan berkenalan. Pada saat itu, diperkirakan Ryan telah beraksi menghabisi lima korban. Korban pertama diduga Agustinus Setiawan yang dilaporkan hilang sejak 8 Agustus 2007. Lalu Guntur, Fauzian, M. Achsoni, dan Zainul Abidin.
Entah, apa yang mendorong Ryan nekat membunuh. Hebatnya pula, meski telah membantai lima manusia dan menguburnya di pekarangan rumahnya, Ryan bersikap biasa saja. Masih tekun mengajar di TPQ Masjid Baiturahman. Setelah cabut ke Jakarta pada Maret 2008, bulan berikutnya Ryan masih kerap ke Jombang.
Aksinya pun makin menggila: dalam sebulan itu, ia diperkirakan membantai lima korban baru, termasuk Nani Hidayati dan putrinya, Silvia Ramadani. Tak seorang pun warga yang curiga. Maklum, selain penampilannya yang tetap cool, area ladang pembantaian itu relatif aman.
Kediaman orangtua Ryan itu berukuran 8 x 15 meter, dengan halaman belakang 13 x 20 meter yang dirimbuni pokok bambu dan pohon pisang. Kiri-kanan pekarangan tersebut berbatasan dengan lahan kosong pula. Pantas saja Ryan leluasa beraksi tanpa ketahuan.
Dia baru gelagapan ketika usai beraksi menghabisi Heri Susanto di Depok. Pasalnya, lokasi pembantaian itu hanya sebuah kamar sempit, tanpa lahan kosong pula. Di mana mau mengubur jasad korban? Terpaksalah ia memutilasi korban, lalu membuangnya di pinggir jalan. Dan, serangkaian aksi kejinya itu pun terbongkar.
Taufik Alwie, Deni Muliya Barus, M. Nur Cholish Zaein, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Laporan Khusus, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 31 Juli 2008]
http://gatra.com/artikel.php?id=117149
Penggalian mayat yang mendapat penjagaan ketat ini menyedot perhatian khalayak. Ratusan warga mendatangi "rumah jagal" yang terletak di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, itu. Mereka terperanjat dan menghujat satu nama: Very Idam Heryansyah. "Masya Allah, kok bisa Yansah berbuat begitu keji," ujar warga bernama Inayah, bergidik.
Mayat-mayat itu memang buah kekejian Very Idam Heryansyah, 30 tahun, putra Ahmad-Siyatun. Di kampungnya, lelaki kemayu ini biasa disapa Yansah. Di Jakarta, Yansah memopulerkan diri dengan panggilan Ryan, yang dianggapnya lebih keren. Kepada polisi, dia mengaku, para korban dihabisinya satu per satu di dalam rumah. Kepala korban dihajar dengan linggis atau balok kayu.
Aksinya berlangsung mulus, karena rumah dengan pekarangan belakang yang luas dan dirimbuni rumpun bambu itu sering kosong. Kedua orangtua Ryan sejak beberapa tahun ini lebih kerap menetap di rumah anak angkatnya di Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Ryan hanya punya seorang kakak tiri, Mulyo Wasis, yang tinggal di tempat lain.
Kejahatan Ryan baru terbongkar setelah ia hijrah ke Jakarta dan beraksi lagi menghabisi seorang korban, 11 Juli lalu. Korban bernama Heri Santoso, 40 tahun, dibunuh dan ditetak-tetak, lalu dibuang di Jalan Kebagusan, Ragunan, Jakarta Selatan. Polisi berhasil mengidentifikasi mayat korban dan mengendus pelakunya.
Empat hari berselang, tim reserse Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menangkap Noval, pacar Ryan sesama gay. Noval teridentifikasi menggunakan kartu ATM milik korban. Wajahnya terekam kamera ATM, yang dapat dikenali oleh Victor, dokter kandungan yang sama-sama tinggal di Apartemen Margonda Residence, Depok, selatan Jakarta. Victor tinggal di Blok F, Noval dan Ryan di Blok C.
Sehari setelah pembunuhan itu, Ryan mengajak Noval pindah, meski masa sewa kamarnya baru habis bulan depan. Mereka mengontrak rumah petak di Jalan Margonda Raya Nomor 34, Depok. Victor tak tahu tempat tinggal baru sepasang kekasih itu. Tapi, ia ingat, Noval adalah pegawai Kantor Imigrasi Depok. Victor kemudian dibawa polisi untuk menjemput Noval di kantornya.
Lantas, atas petunjuk Noval, pada hari itu juga polisi mencokok Ryan. Pembunuh berdarah dingin ini tak berkutik. Ia mengakui telah menghabisi Heri, tak lain teman kencannya juga. "Tersangka mengaku membunuh korban karena tersinggung," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro, Komisaris Besar Carlo Brix Tewu.
Penuturan tersangka, pada waktu itu pukul delapan malam, ia dan korban habis bercumbu di kamarnya di Apartemen Margonda. Ketika itulah korban yang karyawan pemasaran perusahaan baja ini melihat foto Noval yang tampan di telepon seluler tersangka. Noval pada saat itu bertandang ke rumah saudaranya, juga di Depok.
Korban dikatakan bernafsu menawar Noval Rp 1 juta. Ryan marah, mengambil pisau dapur dan membantai korban. Mayat korban dipotong tujuh, dimasukkan ke koper dan diangkut menggunakan taksi. Semula, Ryan akan menggunakan Suzuki APV milik korban, tapi terkendala kunci pengamannya.
Ia kemudian mengirim pesan singkat ke telepon seluler Noval, minta dijemput di depan Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Noval memacu motornya ke tempat dimaksud. Noval, yang mengaku tak tahu perbuatan Ryan, menunggu sampai tengah malam sebelum kekasihnya itu nongol. Mereka meluncur ke Apartemen Margonda. Besoknya mereka pindah, sampai akhirnya tertangkap.
Keduanya sempat menguras rekening korban --diduga Ryan berhasil memaksa korban memberikan PIN ATM. Duit itu dipakai untuk bayar kontrakan dan berbelanja berbagai keperluan. Meski habis membantai, Ryan tampak happy saja. Ia sibuk berbelanja dan memasak. Ia pula yang membeli perabotan dapur, juga cermin hias. Ryan memang tak punya pekerjaan.
Sikap Ryan ini mengundang kecurigaan penyidik: pembunuhan di apartemen itu bukan yang pertama dilakukannya. Apalagi, pembunuhan itu tergolong sadistis dengan memutilasi mayat korban. "Orang yang tak biasa membunuh, apalagi sampai memutilasi, pasti akan merasa ketakutan," kata seorang penyidik yang kenyang menangani kasus-kasus pembunuhan.
Kecurigaan ini diperkuat pula oleh sejumlah laporan mengenai orang hilang, yang diketahui pernah dekat dengan Ryan. Antara lain laporan mengenai raibnya Ariel Somba Sitanggang, 34 tahun, warga Depok. Menurut orangtuanya, Ariel menghilang setelah pamit ke Surabaya bersama Ryan, kenalan barunya, pada 23 April lalu.
Tiga hari setelah Ariel menghilang, orangtua Ariel melapor ke Kepolisian Sektor Setiabudi dan Polda Metro Jaya. Ariel memang tinggal bersama Ryan di tempat kos di Setiabudi, Jakarta Selatan. Ryan sempat diperiksa polisi. Ia mengaku tidak bersama Ariel pada 23 April itu. Ia meyakinkan petugas bahwa ia bukanlah orang berbahaya yang sanggup mencelakakan orang.
***
Setelah terungkapnya kasus mutilasi terhadap Heri Santoso, polisi memeriksa Ryan secara intensif terkait dengan laporan orang hilang tersebut. Kali ini Ryan tak bisa berkelit, meski tak pula serta-merta berterus terang. Ia hanya bilang pergi bersama Ariel mengunjungi objek wisata Soban Rondo di Batu, Malang, Jawa Timur. Tapi, katanya pula, setelah itu mereka berpisah.
Dua perwira penyidik diberangkatkan ke Malang guna mengecek keterangan Ryan. Ternyata tak satu pun orang di sana yang pernah melihat Ryan dan Ariel. Petugas lantas memboyong Ryan terbang ke Surabaya. Di sana, barulah Ryan mengaku sempat ke Jombang bersama Ariel. Ryan pun kemudian dibawa ke rumah orangtuanya di Jombang.
Tengah malam, akhirnya Ryan mengaku membunuh dan mengubur Ariel di pekarangan belakang rumah. Esok paginya, Senin pekan lalu, Ryan menunjukkan lokasi kubur tersebut. "Di sini tempatnya," kata Ryan, sembari menunjuk bekas gundukan tanah yang sudah rata. Pada saat itu, Ryan baru mengaku hanya satu korban yang dikubur di situ.
Ternyata kubur di samping septic tank itu berisi tiga mayat yang sudah membusuk. Atas desakan polisi, Ryan kembali menunjuk satu kuburan lain, berjarak empat meter dari kubur pertama. Di sini ditemukan lagi sesosok mayat. Empat mayat itu adalah Ariel Somba; Yudi Priyono alias Vincent, 31 tahun, asal Wonogiri, Jawa Tengah; Guruh Setyo Pramono alias Guntur, 28 tahun, asal Nganjuk, Jawa Timur; dan Grandy asal Manado.
Sepekan berselang, atas petunjuk Ryan, polisi kembali melakukan penggalian. Hasilnya, ditemukan lagi enam mayat. Kali itu, Ryan tampak lebih tenang dan mau terbuka karena didampingi kekasihnya, Noval, yang diterbangkan dari Jakarta sejak Ahad lalu. Noval tampak menghibur Ryan dan menciumnya. Sejak ditahan secara terpisah dengan kekasih, Ryan selalu murung sehingga menyulitkan penyidikan.
Tiga di antara mayat yang sudah rusak dan tinggal kerangka itu diduga kuat adalah M. Achsoni, 29 tahun, Agustinus Setiawan, 28 tahun, dan Zainul Abidin, 21 tahun. Dua kerangka lainnya yang ditumpuk dalam satu liang diyakini adalah Nani Hidayati, 31 tahun, dan anaknya, Silvia Ramadhani, 3 tahun. Sedangkan kerangka mayat satunya diduga adalah Fauzin Suyanto alias Yanto, 29 tahun (baca: Para Korban Jagal Jombang).
Sampai Selasa pekan ini, polisi masih memeriksa Ryan secara intensif. Polisi menduga, setidaknya masih ada enam korban yang dikubur di situ. Ini mengingat, dari 27 laporan kehilangan orang yang masuk, 16 di antaranya terkait erat dengan Ryan --10 korban telah ditemukan.
Polisi berencana melanjutkan penggalian menggunakan alat berat. "Akan kami sisir lagi," kata Direktur Reskrim Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Rusli Nasution. Selain itu, polisi juga meminta keterangan Mulyo Wasis, kakak tiri Ryan, seputar motor korban Achsoni yang dikuasainya.
Ayah Ryan, Ahmad Sadikun, 63 tahun, masih terus diperiksa lantaran dicurigai terlibat, setidaknya mengetahui aksi keji anaknya itu. Pasalnya, Ahmad dan istrinya, Siyatun, terkesan tak betah di rumah dan lebih suka menetap di rumah anak angkatnya di Sidoarjo.
Ahmad, yang mengutuk perbuatan anaknya itu, bersikukuh tak tahu-menahu perihal ulah sang anak. Begitu pula Siyatun. Si ibu berusia 60 tahun yang mengkreditkan pakaian ini mengatakan, mereka jarang di rumah karena membawa dagangan, di samping mereka dikucilkan warga. Konon, Siyatun yang bermulut tajam kerap menyakiti warga dengan ucapannya yang pedas dan cenderung memfitnah.
***
Apa latar belakang dan motif Ryan melakukan pembunuhan berantai dengan begitu banyak korban? Kapolda Jawa Timur, Inspektur Jenderal Herman S. Sumawiredja, tak ragu menyebut Ryan berperilaku mirip seorang psikopat. Sedangkan motifnya, "Sementara ini masih masalah ekonomi dan psikologis," kata Herman.
Memang, usai beraksi, harta benda para korban selalu disikat Ryan. Setelah habis dibuat foya-foya, Ryan pun beraksi lagi, membantai sang teman yang relatif banyak memberinya materi itu. Ada kesan kuat, Ryan tak ubahnya "predator" yang bertahan hidup dengan cara memangsa sesamanya tanpa belas kasihan.
Adapun modusnya, membujuk korban ke rumah orangtua pelaku di Dusun Maijo. Belum tergambar semuanya, iming-iming apa yang diberikan Ryan sehingga para korban manut saja diajaknya. Ryan lantas menghajar kepala korban dengan linggis atau balok kayu selagi korban lengah. Setiap habis membunuh, Ryan mengaku merasa biasa saja.
Kekejian Ryan layaknya seorang psikopat ini membuat warga Jombang bergidik sekaligus terperangah. Mereka sama sekali tak mengira Ryan mampu berbuat itu. Maklum, yang mereka tahu selama ini, sejak kecil Ryan adalah sosok yang lembut, sopan, dan tak pernah bergaul dengan anak-anak nakal di kampung.
Ryan lahir di dusun itu pada 1 Februari 1978. Sejak kecil ia dimanja orangtuanya, Ahmad Sadikun dan Siyatun. Ahmad adalah suami kedua Siyatun. Siyatun bercerai dari suami pertamanya, Sahlan, belasan tahun sebelumnya. Dari suami pertama, Siyatun punya anak bernama Mulyo Wasis, kini 44 tahun.
Ketika itu, ekonomi kedua orangtua Ryan tergolong lumayan. Sang ayah bekerja sebagai sekuriti di pabrik gula di Jombang, sedangkan ibunya berdagang kebutuhan rumah tangga --kini Ahmad pensiun, Siyatun mengkreditkan pakaian. Tak sulit bagi mereka memenuhi kebutuhan Ryan. Ketika di bangku SD Negeri 2 Jatiwates, Ryan selalu berpakaian bersih dan rapi serta mengenakan sepatu mahal.
Menurut Sundari, 68 tahun, mantan Kepala SDN 2 Jatiwates, Ryan kecil tumbuh normal seperti bocah lelaki lainnya. Lincah, berwajah tampan, dan berkulit bersih. Tapi prestasi sekolahnya biasa saja. Karena wajahnya tampan dan sikapnya sopan, "Ia disukai guru dan banyak anak perempuan," tutur Sundari.
Pada masa sekolah dasar, Ryan belum menunjukkan kelainan. Baru ketika duduk di bangku SMP Negeri 1 Tembelang pada 1990, mulai muncul perubahan pada dirinya. Gaya bicaranya seperti perempuan. Ia sangat menggandrungi barang atau kegiatan yang berbau perempuan. "Dia suka bersolek, bicara dan sikapnya feminin," tutur Endang Farikha, 43 tahun, guru di SMPN 1 Tembelang.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan seni tari, Ryan selalu terlibat penuh semangat. Tak ayal, Ryan pun diejek teman-temannya sebagai banci. Tapi Ryan yang bertubuh tinggi kurus itu diam saja. Entah karena tertekan atau apa, sewaktu SMP itu ia pernah dirawat di Rumah Sakit Gatul, Mojokerto, karena depresi dan bertingkah aneh. "Saya pernah dilemparnya dengan gelas," ujar Siyatun.
Meski di bawah ejekan dan pernah depresi, prestasinya moncer. "Sampai lulus, dia ranking pertama terus," kata Sumarkhan, 30 tahun, bekas teman sekelasnya. Dengan mudah Ryan masuk ke SMA 1 Jombang. Namun jiwanya makin labil. Di rumah, ia kerap marah-marah tanpa alasan jelas, melemparkan gelas atau menggores dinding rumah dengan sendok.
Di hadapan teman-teman sekolahnya, ia berubah jadi pembual. Sering mengaku sebagai anak tokoh penting di Jombang. Uniknya, gaya bicaranya sangat meyakinkan, sehingga tak jarang temannya yang baru kenal percaya saja pada ocehannya. Ryan cuma bertahan sebulan di SMA Negeri 1. Selanjutnya, ia pindah ke SMA Kabuh.
Di tempat ini pun Ryan, yang ingin menjadi penari, hanya sampai kelas II. Pasalnya, ia ngelayap ke Yogyakarta, mendaftar di dua padepokan tari terkenal di sana, tapi gagal diterima. Pemuda yang pernah bercita-cita jadi guru ini lantas pindah ke SMA Avicenna Jombang dan lulus pada 1996.
Lama menganggur, pada 2002 Ryan mengajar mengaji di Taman Pendidikan Quran (TPQ) Masjid Baiturahman di desanya. Ryan bersama dua guru lainnya, Susanto, 36 tahun, dan Nur Khasanah, 32 tahun, mengajar mengaji 60 anak-anak kampung. Ryan tekun mengajar dan disukai muridnya. "Mas Yansah sabar, tidak pernah marah-marah," kata siswanya bernama Nurmala.
Berkat bimbingan Ryan yang jago seni, TPQ itu kerap menyabet juara dalam berbagai lomba di tingkat desa dan kecamatan. Murid-muridnya pun makin sayang pada Ryan. Namun, sejak Januari-awal Maret lalu, para murid mulai kecewa karena Ryan jarang masuk. Kemudian, sejak Maret lalu, Ryan yang pernah ditolak cintanya oleh pemuda sekampungnya ini tak pernah nongol lagi di TPQ itu.
Belakangan diketahui, pada Maret itu Ryan telah menetap di Jakarta, tinggal bersama Noval di rumah kontrakan di kawasan Setiabudi. Pasangan ini baru sebulan berkenalan. Pada saat itu, diperkirakan Ryan telah beraksi menghabisi lima korban. Korban pertama diduga Agustinus Setiawan yang dilaporkan hilang sejak 8 Agustus 2007. Lalu Guntur, Fauzian, M. Achsoni, dan Zainul Abidin.
Entah, apa yang mendorong Ryan nekat membunuh. Hebatnya pula, meski telah membantai lima manusia dan menguburnya di pekarangan rumahnya, Ryan bersikap biasa saja. Masih tekun mengajar di TPQ Masjid Baiturahman. Setelah cabut ke Jakarta pada Maret 2008, bulan berikutnya Ryan masih kerap ke Jombang.
Aksinya pun makin menggila: dalam sebulan itu, ia diperkirakan membantai lima korban baru, termasuk Nani Hidayati dan putrinya, Silvia Ramadani. Tak seorang pun warga yang curiga. Maklum, selain penampilannya yang tetap cool, area ladang pembantaian itu relatif aman.
Kediaman orangtua Ryan itu berukuran 8 x 15 meter, dengan halaman belakang 13 x 20 meter yang dirimbuni pokok bambu dan pohon pisang. Kiri-kanan pekarangan tersebut berbatasan dengan lahan kosong pula. Pantas saja Ryan leluasa beraksi tanpa ketahuan.
Dia baru gelagapan ketika usai beraksi menghabisi Heri Susanto di Depok. Pasalnya, lokasi pembantaian itu hanya sebuah kamar sempit, tanpa lahan kosong pula. Di mana mau mengubur jasad korban? Terpaksalah ia memutilasi korban, lalu membuangnya di pinggir jalan. Dan, serangkaian aksi kejinya itu pun terbongkar.
Taufik Alwie, Deni Muliya Barus, M. Nur Cholish Zaein, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Laporan Khusus, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 31 Juli 2008]
http://gatra.com/artikel.php?id=117149
Dapatkan informasi terkini, terupdate, berimbang dan bertanggung jawab dari seluruh informasi di Indonesia di blogspot & milis :
http://newspaperindonesia.blogspot.com
http://newspaperindonesia.blogspot.com
Newspaper-Indonesia@yahoogroups.com & SuratKabar-Indonesia@yahoogroups.com
Search Engine Terpopuler Milik Anak Bangsa
http://djitu.com
http://djitu.com